Berita mengejutkan datang dari Riau pada akhir Januari 2010 lalu. Sebanyak 1820 orang guru PNS di Riau diadukan ke Polda Riau dengan tuduhan telah melakukan kecurangan dengan memalsukan hasil karya ilmiah dan tanda tangan pejabat berwenang dalam Penetapan Angka Kredit (PAK).
Hasil karya ilmiah ini merupakan persyaratan sertifikasi guru untuk proses kenaikan pangkat yang harus dikerjakan oleh para guru. Sayangnya para guru tersebut lebih memilih jalan pintas dengan memanfaatkan calo yang kemudian memalsukan pejabat berwenang dalam penetapan PAK guru.
Para guru tersebut sudah pasti akan diturunkan pangkatnya dan diwajibkan mengembalikan tunjangan pangkat yang telah diterimanya. Karena kasusnya telah sampai ke Polda, maka bukan tidak mungkin hukuman lainnya akan mereka dapat. Belum selesai sampai disini, bahkan saat ini hujatan dari masyarakat seperti tidak henti-hentinya ditujukan kepada mereka.
Dalam media online lokal RiauInfo.com, diberitakan guru-guru tersebut mengalami stress dan beberapa warga Riau menyayangkan pelaporan tersebut. Mereka bahkan menyebutkan bahwa koruptor dan pelaku yang merugikan negara seperti kasus Bank Century saja bisa bebas, sementara seorang guru yang seharusnya mereka hormati malah terancam hukuman.
Menarik juga salah satu tanggapan dari pembaca situs tersebut. Inti dari surat tersebut Guru memang sosok yang (mengambil ungkapan dalam bahasa Jawa) wajib DIGUGU (dipatuhi) dan DITIRU yang karenanya jangan sampai berbuat hal yang mengkhianati profesinya.
Menarik sekali buat saya, karena sejak kecil saya juga ditanamkan oleh orang tua saya untuk menghormati guru. Menurut kedua orang tua saya guru adalah seorang panutan yang dari teladannya akan membentuk karakter kita sebagai manusia. Pencontohan yang baik dan penghormatan yang baik pula kepada seorang guru akan membuat sifat, tingkah laku dan perbuatan kita selalu berjalan di atas relnya.
Banyak memang guru yang seolah tidak mementingkan diri dan keluarganya dengan hidup sederhana demi dedikasinya terhadap profesi yang bahkan semua agama di dunia menyebutnya mulia.
Saya tidak mau menjadi seorang penghakim dari suatu kasus yang tidak saya ketahui benar permasalahan dan latar belakangnya. Menurut saya manusia memang tidak pernah luput dari kekhilafan. Hanya satu yang seharusnya dilakukan Meminta Maaf dan Menerima apapun yang menjadi konsekuansinya. Dengan demikian kita semua akan lebih menghargai sosok guru sebagai manusia biasa dengan tanggung jawab besar yang sadar dengan kekurangannya. Bentuk sikap seperti itulah yang nantinya akan membentuk karakter murid-muridnya menjadi pribadi yang berusaha tidak tergoda hal yang merugikan dan bersedia mengakui kesalahannya apabila nantinya berbuat salah dan tidak akan mengulanginya.
0 komentar:
Posting Komentar